Mengapa Kita Harus Menguasai Logika? Karena Logika dan Keterampilan Bernalar Logis Dapat Mengoptimalkan Akalbudi Manusia dalam Menentukan Keputusan Terbaik yang pada Akhirnya Dapat Meningkatkan Kualitas Kehidupannya
Keterampilan bernalar logis berbanding lurus dengan kualitas penentuan keputusan (decision-making). Dan semakin baiknya kualitas keputusan yang ditentukan oleh seseorang dapat memperbesar peluang terciptanya kualitas kehidupan yang semakin baik.
1. Apa Itu Logika, Penalaran, dan Argumen?
Jika suatu struktur gedung kita umpamakan sebagai Argumen, maka proses dalam membangun struktur gedung tersebut adalah Penalaran, dan aturan yang berisi prinsip-prinsip dan metode-metode dalam membangun struktur gedung yang benar (yang dapat menjamin struktur gedung yang dibangun tersebut berada dalam keadaan yang kokoh, stabil, aman, dan layak) adalah Logika.
Logika (logic) adalah prinsip-prinsip dan metode-metode dalam menentukan mana penalaran yang valid dan mana penalaran yang tidak valid. Penalaran (reasoning) adalah proses dalam membangun argumen. Argumen adalah kumpulan pernyataan yang terdiri dari pernyataan yang dipertahankan (kesimpulan) dan pernyataan yang merupakan alasan yang menjadi dasar mengapa pernyataan yang dipertahankan tersebut dapat dipertahankan (premis). Pernyataan (statement) adalah kalimat yang dapat dinilai benar atau salah, di mana kalimat tersebut tidak dapat bernilai benar dan salah pada saat yang bersamaan. Valid (yang dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah sahih) bukan berarti benar (true). Validitas (validity) dan kebenaran (truth) merupakan dua konsep yang berbeda. Di dalam logika, yang dinilai adalah validitas penalaran dari suatu argumen (validity of reasoning of an argument) yang ditinjau, bukan kebenaran dari argumen (truth of an argument) tersebut. Istilah penalaran yang logis (logical reasoning) memiliki maksud yang sama dengan istilah penalaran yang valid (valid reasoning), keduanya sama-sama mengacu pada penalaran yang sesuai dengan logika.
Terkait argumen dan penalaran: Karena argumen adalah kumpulan pernyataan yang terdiri dari pernyataan yang dipertahankan (kesimpulan) dan pernyataan-pernyataan yang merupakan alasan yang menjadi dasar mengapa pernyataan yang dipertahankan tersebut dapat dipertahankan (premis-premis), dan penalaran adalah proses dalam membangun argumen, maka dalam ungkapan lain, penalaran adalah proses dalam menentukan suatu pernyataan yang dipertahankan (kesimpulan) dari pernyataan-pernyataan yang merupakan alasan yang menjadi dasar mengapa pernyataan yang dipertahankan tersebut dapat dipertahankan (premis-premis).
Kata logika tidak hanya digunakan untuk merujuk pada prinsip-prinsip dan metode-metode dalam menentukan mana penalaran yang valid dan mana penalaran yang tidak valid, kata logika juga digunakan untuk merujuk pada studi tentang prinsip-prinsip dan metode-metode dalam menentukan mana penalaran yang valid dan mana penalaran yang tidak valid.
Dari definisi logika yang telah diuraikan, dapat kita pahami bahwa objek yang dipelajari, ditinjau, ditelaah, diperiksa, diselidiki, dinilai, dan dievaluasi oleh logika adalah validitas penalaran dari suatu argumen.
Struktur gedung yang kokoh, stabil, aman, dan layak adalah struktur gedung yang proses membangunnya sesuai dengan aturan (yang berisi prinsip-prinsip dan metode-metode) pembangunan struktur gedung yang benar. Selaras dengan perumpamaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa argumen yang valid adalah argumen yang penalarannya sesuai dengan logika.
Penalaran yang valid sudah pasti menghasilkan argumen yang valid. Namun, penalaran yang valid belum tentu menghasilkan argumen yang benar (sesuai dengan kenyataan). Sekali lagi: Logika hanya mempelajari, meninjau, menelaah, memeriksa, menyelidiki, menilai, dan mengevaluasi validitas penalaran dari suatu argumen, bukan kebenaran dari argumen tersebut.
Visualisasi konseptual berikut menguraikan definisi-definisi Logika dari berbagai literatur:
2. Apa Itu Validitas dan Kebenaran?
Validitas (yang dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah kesahihan) adalah ukuran dalam menilai atau status yang menunjukkan kualitas dari suatu penalaran. Sementara Kebenaran adalah ukuran dalam menilai atau status yang menunjukkan kesesuaian antara pernyataan dan kenyataan.
Seperti kekokohan yang kita tetapkan sebagai ukuran dalam penilaian kualitas suatu struktur bangunan gedung (objek yang diperiksa dan dinilai: struktur bangunan gedung), validitas (kesahihah) adalah ukuran dalam penilaian kualitas suatu penalaran (objek yang diperiksa dan dinilai: penalaran).
Terkait validitas, intinya seperti ini: Dalam konsep validitas, objek yang diperiksa dan dinilai adalah penalaran, jadi kita memeriksa dan menilai suatu penalaran untuk kemudian menetapkan apakah penalaran yang sedang kita periksa tersebut valid atau tidak valid.
Pertanyaannya kemudian: bagaimana kita dapat mengetahui suatu penalaran yang sedang kita periksa termasuk valid atau tidak? Jawab: melalui Logika (studi tentang prinsip-prinsip dan metode-metode dalam menentukan mana penalaran yang valdi dan mana penalaran yang tidak valid).
Seperti yang sudah diuraikan di paragraf sebelumnya, bahwa Kebenaran adalah ukuran dalam menilai atau status yang menunjukkan kesesuaian antara pernyataan dan kenyataan. Jadi, objek yang diperiksa adalah pernyataan dan objek pembanding dalam pemeriksaannya adalah kenyataan. Tugas kita adalah menyandingkan antara pernyataan dengan kenyataan, apakah pernyataan yang sedang kita periksa itu sesuai dengan kenyataan atau tidak.
Benar adalah status/keterangan yang menunjukkan bahwa suatu pernyataan sesuai dengan kenyataan. Salah adalah status/keterangan yang menunjukkan bahwa suatu pernyataan tidak sesuai dengan kenyataan.
Pertanyaannya kemudian: Bagaimana kita dapat memeriksa apakah suatu pernyataan itu sesuai atau tidak sesuai dengan kenyataan? Jawab: Melalui pengalaman (experience) dan penyimpulan logis (logical inference). Pengalaman diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan pengecapan. Kita mengalami dunia eksternal (semua yang ada di luar tubuh kita) melalui lima indra (organ tubuh) kita: mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, kulit untuk merasakan sentuhan, hidung untuk mencium, dan lidah untuk mengecap. Dari kelima indra kita inilah kita memeriksa kebenaran pernyataan.
Kita perlu memahami konsep tentang validitas dan kebenaran karena keduanya saling melengkapi untuk membantu kita dalam memahami dunia ini secara akurat. Validitas untuk pemeriksaan terhadap penalaran dan kebenaran untuk pemeriksaan terhadap pernyataan.
2. Apa Itu Akalbudi (Mind) dan Kesadaran (Consciousness)?
Akalbudi (mind) adalah dunia internal kita [Calne, 1999]; tempat di mana kita berpikir (think), merasa (feel), mengalami (experience) dunia eksternal (yang masuk ke dalam dunia internal kita melalui penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan pengecapan), dan mengubah hasil dari ketiga proses tersebut (pikiran, perasaan, dan pengalaman) menjadi ingatan.
Akalbudi adalah tempat terjadinya aktivitas berpikir (thinking), merasa (feeling), mengalami (experiencing), dan menyimpan (storing). Berpikir, merasa, mengalami, dan menyimpan adalah aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam akalbudi kita; sementara pikiran (thought), perasaan (feelings), pengalaman (experience), dan ingatan (memory) adalah hasil dari keempat aktivitas tersebut.
Pikiran adalah sesuatu yang muncul sebagai hasil dari aktivitas berpikir, perasaan adalah sesuatu yang timbul sebagai hasil dari aktivitas merasa, pengalaman adalah sesuatu yang kita alami sebagai hasil dari aktivitas mengalami, dan ingatan adalah segala sesuatu yang disimpan di dalam akalbudi sebagai hasil dari aktivitas menyimpan.
Kita mengalami dunia eksternal (semua yang ada di luar tubuh kita) melalui lima indra (organ tubuh) kita, yaitu mata sebagai organ tubuh untuk melihat, telinga sebagai organ tubuh untuk mendengar, kulit sebagai organ tubuh untuk merasakan sentuhan, hidung sebagai organ tubuh untuk mencium, dan lidah sebagai organ tubuh untuk mengecap.
Pengalaman yang kita peroleh mengenai dunia eksternal (melalui penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan pengecapan) memicu terjadinya aktivitas berpikir dan aktivitas merasa di dalam akalbudi kita. Dan segala hal yang kita alami (segala hal yang kita lihat, segala hal yang kita dengar, segala sentuhan yang kita rasakan, segala hal yang kita cium, dan segala hal yang kita kecap) dapat mempengaruhi bagaimana kita berpikir dan merasa.
Pikiran (yang merupakan sesuatu yang muncul sebagai hasil dari aktivitas berpikir) dapat mempengaruhi bagaimana kita merasa. Pun sebaliknya, perasaan (yang merupakan sesuatu yang timbul sebagai hasil dari aktivitas merasa) dapat mempengaruhi bagaimana kita berpikir. Dengan demikian, maka dapat kita simpulkan bahwa pikiran dapat mempengaruhi perasaan, dan sebaliknya, perasaan pun dapat mempengaruhi pikiran.
Semua pikiran, perasaan, dan pengalaman disimpan di dalam akalbudi dalam bentuk ingatan. Dan ingatan ini dapat mempengaruhi bagaimana kita berpikir, merasa, dan mengalami.
Ada bagian akalbudi yang kita sadari (conscious mind) dan ada bagian akalbudi yang tidak kita sadari (non-conscious mind). Artinya: ada aktivitas berpikir, merasa, mengalami, dan menyimpan yang kita lakukan secara sadar (consciously); dan ada aktivitas berpikir, merasa, mengalami, dan menyimpan yang kita lakukan secara tidak sadar (non-consciously). Itu juga berarti bahwa ada pikiran, perasaan, pengalaman, dan ingatan yang kita sadari; dan ada pula pikiran, perasaan, pengalaman, dan ingatan yang tidak kita sadari.
Bagian akalbudi yang kita sadari disebut kesadaran (consciousness). Jadi, kesadaran adalah aktivitas yang terjadi di akalbudi (berpikir, merasa, mengalami, dan menyimpan) dan hasil dari aktivitas tersebut (pikiran, perasaan, pengalaman, dan ingatan) yang kita sadari.
Akalbudi dapat kita ibaratkan sebagai sebuah kota yang di dalamnya terdapat penduduk-penduduk yang beraktivitas, bangunan-bangunan (seperti bangunan rumah tinggal, bangunan sekolah, bangunan rumah sakit, bangunan kantor, bangunan pusat perbelanjaan, bangunan pemerintahan, dan bangunan-bangunan lainnya), infrastruktur-infrastruktur (seperti jalan, jembatan, rel kereta, bandara, pelabuhan, sistem penyediaan air bersih, sistem pengolahan air limbah, sistem persampahan, sistem proteksi kebakaran, sistem drainase, sistem irigasi, sistem transportasi, sistem penyediaan listrik, jaringan telekomunikasi, dan infrastruktur-infrastruktur lainnya), dan pemerintah kota. Jika kita sederhanakan, maka dalam perumpamaan ini ada lima komponen pembentuk sebuah kota, yaitu penduduk-penduduk, aktivitas-aktivitas penduduk, bangunan-bangunan, infrastruktur-infrastruktur, dan pemerintah kota.
Melalui perumpamaan Akalbudi sebagai Kota, kita dapat membayangkan bahwa ada penduduk-penduduk, aktivitas-aktivitas penduduk, bangunan-bangunan, dan/atau infrastruktur-infrastruktur yang diketahui oleh pemerintah kota; dan ada pula penduduk-penduduk, aktivitas-aktivitas penduduk, bangunan-bangunan, dan/atau infrastruktur-infrastruktur yang tidak diketahui oleh pemerintah kota.
Penduduk-penduduk, aktivitas-aktivitas penduduk, bangunan-bangunan, dan/atau infrastruktur-infrastruktur yang diketahui oleh pemerintah kota dapat kita sebut sebagai Akalbudi yang Kita Sadari (Conscious Mind); sementara penduduk-penduduk, aktivitas-aktivitas penduduk, bangunan-bangunan, dan/atau infrastruktur-infrastruktur yang tidak diketahui oleh pemerintah kota dapat kita sebut sebagai Akalbudi yang Tidak Kita Sadari (Non-Conscious Mind).
Jika akalbudi kita ibaratkan sebagai sebuah kota, maka Kesadaran (Consciousness) adalah penduduk-penduduk, aktivitas-aktivitas penduduk, bangunan-bangunan, dan infrastruktur-infrastruktur yang diketahui oleh pemerintah kota tersebut.
3. Apa Itu Mengoptimalkan (Optimizing) dan Memaksimalkan (Maximizing)?
Misal kita sedang memasak bubur di dalam panci berukuran besar dan kita memiliki satu bungkus garam. Nah, memaksimalkan penggunaan garam dalam memasak bubur artinya kita menggunakan satu bungkus garam yang ada secara keseluruhan dengan menuangkannya ke dalam panci berisi bubur yang sedang dimasak.
Pertanyaannya: Dalam ilustrasi memasak bubur, apakah memaksimalkan penggunaan garam itu ideal? Apakah dengan menuangkan seluruh garam ke dalam panci berisi bubur akan menghasilkan bubur yang ideal?
Misal kita ingin membuat minuman di dalam teko berukuran sedang yang berisi air dan kita memiliki satu botol sirup. Nah, ketika kita mengatakan sedang memaksimalkan penggunaan sirup, itu artinya kita sedang menggunakan satu botol sirup yang ada, dengan kata lain kita memasukkan seluruh sirup ke dalam teko yang berisi air.
Pertanyaannya: Dalam ilustrasi membuat minuman, apakah memaksimalkan penggunaan sirup itu ideal? Apakah dengan menuangkan seluruh sirup ke dalam teko berisi bubur akan menghasilkan minuman yang ideal?
Jawaban dari dua pertanyaan tadi: Anggap saja “terlalu asin” atau “terlalu manis” itu merupakan keadaan yang tidak ideal. Nah, memaksimalkan penggunaan garam saat memasak bubur dapat membuat buburnya menjadi terasa sangat asin, dan memaksimalkan penggunaan sirup ketika membuat minuman dapat membuat minumannya menjadi terasa sangat manis, sehingga memaksimalkan penggunaan garam ataupun memaksimalkan penggunaan sirup bukanlah cara yang tepat untuk menghasilkan bubur atau minuman yang ideal.
Mengoptimalkan artinya membuat suatu kondisi yang tidak optimal menjadi optimal. Jika kedua kondisi ini kita representasikan sebagai dua buah titik dalam grafik kartesian, maka Mengoptimalkan artinya memindahkan titik yang tidak optimal (non-optimal point) agar berada di titik optimal (optimal point).
Untuk memahami maksud Mengoptimalkan, kita harus memahami terlebih dahulu maksud dari kondisi ideal, kondisi optimal, dan Mengidealkan.
Kondisi ideal (ideal state) adalah keadaan yang diharapkan atau diinginkan. Kondisi ideal juga dapat disebut dengan istilah steady state, steady condition, dan das sollen.
Dalam mencapai kondisi ideal, kita bisa jadi dihadapkan dengan kendala-kendala yang membatasi (limiting constraints), sehingga kondisi ideal yang kita harapkan harus disesuaikan (adjust) dengan mempertimbangkan (considering) kendala-kendala yang kita hadapi tersebut.
Kondisi optimal (optimal state) adalah keadaan terbaik yang dapat kita capai dengan mempertimbangkan kendala-kendala yang membatasi (best condition we can reach by the consideration of limiting constraints). Dalam ungkapan lain, kondisi optimal dapat disebut sebagai kondisi ideal yang telah disesuaikan dengan kendala-kendala yang membatasi (adjusted ideal state by the consideration of limiting constraints).
Memang dalam penerapan sehari-hari, penggunaan kata optimal dan ideal sering dianggap sama, padahal berbeda. Untuk memahami perbedaan antara keduanya, mari kita simak contoh berikut: Di sebuah pasar, serikat antarpedagang beras telah bersepakat untuk menetapkan harga paling murah dan harga paling mahal dari seluruh jenis beras, sehingga setiap pedagang beras tidak boleh menjual beras milik mereka dengan harga lebih murah atau lebih mahal dari ketentuan yang telah disepakati tersebut. Katakanlah hanya toko kita yang menjual beras X, yakni beras yang keadaannya sedang langka dan permintaannya sangat banyak, banyak orang ingin membelinya dengan harga berapapun. Sebenarnya kita ingin menjual beras X dengan keuntungan 200 persen per kilonya, dan pasti ada saja orang yang tertarik untuk membelinya, namun karena berdasarkan kesepakatan serikat antarpedagang beras, kita hanya boleh meraih keuntungan dari penjualan beras X sebesar 20 persen per kilo. Dalam contoh tersebut, keuntungan 200 persen per kilo beras X adalah kondisi ideal, yakni kondisi yang kita harapkan, dan keuntungan 20 persen per kilo beras X adalah kondisi optimal yang dapat kita capai.
Jika kondisi ideal dan kondisi optimal kita representasikan ke dalam bentuk titik di dalam grafik kartesian, maka titik yang merepresentasikan kondisi ideal disebut dengan titik ideal (ideal point) dan titik yang merepresentasikan kondisi optimal disebut dengan titik optimal (optimal point).
Nilai titik optimal adalah nilai titik ideal dikurangi nilai kendala. Titik ideal selalu bernilai 100 dan nilai dari titik optimal tergantung dari seberapa besar nilai kendala yang ada. Misal nilai kendala yang ada bernilai 30, maka titik optimal yang dapat kita capai hanya sebatas 70 (hasil dari pengurangan kondisi ideal yang nilainya 100 terhadap kendala yang nilainya 30). Artinya masih ada gap (ketidaksesuaian) terhadap kondisi ideal sejumlah 30 poin.
Mengidealkan artinya adalah membuat suatu kondisi yang tidak ideal menjadi ideal. Jika kedua kondisi ini kita representasikan sebagai dua buah titik dalam grafik kartesian, maka mengidealkan berarti memindahkan titik yang tidak ideal (non-ideal point) agar berada di titik yang ideal (ideal point).
Baik Mengidealkan ataupun Mengoptimalkan, keduanya sama-sama berarti memindahkan suatu titik ke titik tujuan yang posisinya lebih tinggi. Mengidealkan artinya memindahkan suatu titik ke titik ideal. Mengoptimalkan artinya memindahkan suatu titik ke titik optimal.
4. Tentang Mengoptimalkan Kualitas Kehidupan
Istilah Mengidealkan dan Mengoptimalkan dapat digabung menjadi Mengoptimalkan saja. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, bahwa nilai kondisi ideal itu selalu 100, sedangkan nilai kondisi optimal tergantung dari seberapa besar nilai kendala yang ada. Misal ketika nilai kendalanya adalah 20, maka nilai optimal yang dapat kita raih adalah 80. Jika nilai kendalanya adalah 0, maka nilai optimal yang dapat kita peroleh adalah 100. Berarti ketika kendala bernilai 0, maka nilai titik optimal sama dengan nilai titik ideal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Mengidealkan itu artinya sama dengan Mengoptimalkan dalam kondisi kendala bernilai 0. Oleh karena itu, kita cukup menyebut Mengoptimalkan.
Setiap upaya pengoptimalan memiliki objek yang dioptimalkan. Objek tersebut haruslah sesuatu yang dapat diukur, contohnya seperti jumlah pekerja, jumlah bahan bangunan yang digunakan, biaya pembangunan, tingkat efisiensi suatu pekerjaan, kualitas beton, kualitas pondasi tiang pancang, kualitas tanah, kualitas aspal, dan lain-lain. Dalam pembahasan kita, objek yang dioptimalkan adalah kualitas kehidupan. Ingat! Bukan kehidupan yang menjadi objek pengoptimalan, melainkan kualitasnya.
Mengoptimalkan Kualitas Kehidupan artinya membuat kualitas kehidupan yang tidak optimal menjadi optimal. Di dalam grafik kartesian, maka Mengoptimalkan Kualitas Kehidupan artinya memindahkan titik nilai kualitas kehidupan yang tidak optimal (non-optimal point of life’s quality) agar berada di titik nilai kualitas kehidupan yang optimal (optimal point of life’s quality).
Pengengoptimalan Kualitas Kehidupan dapat kita lakukan melalui penggunaan sumber daya yang kita miliki (waktu, tenaga, biaya, material, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya) secara tepat sehingga penggunaan sumber daya tersebut dapat memperbesar peluang (increasing the probability) kita dalam mencapai Kehidupan yang Berkualitas Optimal (to Reach an Optimal Quality of Life).
Kemampuan menentukan keputusan (decision-making) yang tepat berbanding lurus dengan tepatnya penggunaan sumber daya yang kita miliki dalam upaya memperbesar peluang tercapainya Kehidupan yang Berkualitas Optimal. Tanpa kemampuan menentukan keputusan yang tepat, sumber daya yang kita gunakan bisa jadi tidak memberikan pengaruh terhadap upaya memperbesar peluang tercapainya Kualitas Kehidupan yang Optimal.
Memperbesar peluang tercapainya Kehidupan yang Berkualitas Optimal adalah usaha yang harus terus-menerus kita lakukan. Berusaha, seminimal apapun, sudah merupakan upaya untuk memperbesar peluang berhasil. Terlepas dari apakah nantinya kita berhasil atau tidak dalam mencapai Kehidupan yang Berkualitas Optimal, yang terpenting adalah kita telah berusaha sebaik-baiknya untuk memperbesar peluang keberhasilan.
Literasi, kemampuan bernalar logis (ability to reason logically), kemampuan berpikir kritis (ability to think critically), kemampuan bernalar saintifik (ability to reason scientifically), kemampuan berpikir kreatif (ability to think creatively), dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (ability to think in higher-order state) adalah beberapa kemampuan yang selaras dalam upaya Mengoptimalkan Kualitas Kehidupan karena kemampuan-kemampuan ini akan mempengaruhi kemampuan penentuan keputusan (decision-making) kita.
Esai yang berjudul Mengapa Kita Harus Menguasai Logika? Karena Logika dan Keterampilan Bernalar Logis Dapat Mengoptimalkan Akalbudi Manusia dalam Menentukan Keputusan Terbaik yang pada Akhirnya Dapat Meningkatkan Kualitas Kehidupannya ini dipublikasikan di Medium pada 21 Februari 2024. Pokok pikiran dari esainya sendiri sudah pernah dipublikasikan di Twitter.
Seluruh diagram visualisasi konseptual dalam esai ini dapat diunduh dalam resolusi tinggi melalui bit.ly/ArsipDiagram.